Selasa, 07 November 2023

Wacana Kesehatan Gigi Dan Mulut Di Masa Depan Untuk Mendukung Isu Pembangunan Kesehatan Gigi

   

 Karies gigi secara epidemiologi merupakan masalah kesehatan rongga mulut yang menjadi beban kesehatan global di mana insidennya diperkirakan sebanyak 36 % dari populasi dunia. Di Indonesia sendiri, prevalensi karies aktif dilaporkan meningkat, dari 43,4% pada tahun 2010 menjadi 53,2% di tahun 2017. Karies gigi terjadi pada 93% anak pada usia rentang 5-6 tahun (Riskesdas, 2018). 

    Kementerian Kesehatan mencanangkan Indonesia harus bebas karies pada 2030. Pencanangan ini dihadapkan pada sejumlah tantangan besar, salah satunya masih tingginya angka prevalensi karies di Indonesia. Ada tiga strategi sederhana yang bisa dilakukan dalam mewujudkan target ini. Tantangan (mewujudkan Indonesia bebas karies) ini bukan hanya bagi tenaga kesehatan saja, tetapi juga masyarakat umum. 

    Strategi pertama adalah meningkatkan upaya preventif dan promotif terkait pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Strategi ini menggeser upaya sebelumnya yang lebih menekankan aspek tindakan/kuratif. Dengan pergeseran ini, penekanan upaya kini lebih berfokus pada aspek pencegahan dan promotif. Edukasi mengenai pemberian fluoride dalam upaya pencegahan karies harus dilakukan. Fluoride memiliki kemampuan luar biasa dalam mencegah karies. Lebih lanjut, pemberian fluoride memiliki dua macam, yaitu secara sistemik dan topikal. Pemberian sistemik dilakukan melalui konsumsi makanan dan minuman yang mengandung fluoride dan kalsium. Sementara secara topikal dilakukan melalui pemberian oleh tenaga profesional maupun secara mandiri dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride.    

    Strategi kedua adalah menerapkan teknik perawatan gigi dan mulut yang mudah tetapi dengan teknologi tinggi. Perkembangan teknologi yang signifikan seyogianya memudahkan masyarakat untuk mempelajari teknik perawatan gigi dan mulut secara mudah. Selain itu, saat ini juga telah berkembang sejumlah teknologi dan perangkat yang memudahkan dalam melakukan perawatan gigi. Mulai dari produk perangkat lunak kecerdasan buatan untuk proses diagnosis maupun tindakan, sikat gigi pintar, layanan teledentistry, hingga layanan media augmented reality. Orang tua juga seharusnya harus paham bahwa perawatan gigi dan mulut juga memerlukan teknologi seperti ini.

    Strategi terakhir adalah penguatan kapasitas SDM di bidang kesehatan gigi. Seluruh mahasiswa, khususnya profesi di bidang kesehatan gigi harus dibekali berbagai kompetensi yang dibutuhkan saat terjun ke masyarakat. Selain itu, pembekalan para tenaga kesehatan gigi sebelum terjun ke masyarakat, pembaruan ilmu pengetahuan baru, hingga penyebaran tenaga medis yang merata. 

    Ketersediaan tenaga kesehatan gigi di Indonesia dinilai belum mampu menjawab berbagai tantangan masalah gigi yang ada. Salah satu tantangan itu adalah masalah distribusi atau pemerataan persebaran dokter gigi. Hal itu dikarenakan banyaknya kebutuhan alat dan pengobatan khusus yang jangakauannya hanya ada di daerah Sumatera, Jawa, dan Bali. Sehingga daerah Indonesia bagian timur masih kekurangan alat dan tenaga dokter gigi. 

    Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk menjawab tantangan itu adalah dengan penguasaan teknologi di era revolusi industri 4.0. Penguasaan teknologi mutlak diperlukan sebagai strategi untuk mencegah kerusakan gigi di Indonesia bagian timur. SDM di bidang kesehatan gigi di Indonesia, harus menyebarkan ilmu tentang kesehatan gigi melalui penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan lewat media sosial. Jika teknologi dan dokter tidak bisa didistribusikan merata, maka kerusakan gigi harus dicegah supaya giginya sehat sehingga tidak membutuhkan alat-alat yang susah didapat. Dokter gigi harus bisa memanfaatkan kecanggihan internet dan teknologi di era sekarang dengan mengajarkan cara sikat gigi yang baik, cara merawat gigi agar tetap sehat dan ilmu lainnya melalui blog, instagram, dan berbagai media sosial. 

    Indonesia perlu belajar kepada Cina yang saat ini sudah memiliki teknologi robot canggih yang mampu melakukan implant gigi. Dia juga menambahkan bahwa dokter gigi Indonesia tidak perlu takut profesinya tergeser oleh kemajuan teknologi di era industri. Justru teknologi itu akan membantu pekerjaan kita untuk meningkatkan angka kesehatan gigi dan mulut, bukan untuk menggantikan posisi dokter gigi. Dokter tetap melakukan diagnosis terhadap pasien, tetapi dalam eksekusinya nanti bisa dilakukan oleh robot yang tentunya masih dalam kontrol manusia juga. Dengan melihat kemajuan dunia kedokteran gigi di Cina, Eropa, Jepang, dan berbagai negara lainnya, diharapkan hal tersebut dapat meningkatkan giat belajar seluruh mahasiswa supaya tidak merasa bangga dengan apa yang dicapai oleh dunia kesehatan gigi Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MITOS DAN FAKTA SEPUTAR KESEHATAN GIGI

Mitos dan fakta seputar kesehatan gigi adalah sekelompok keyakinan umum yang berkaitan dengan perawatan gigi dan mulut. Artikel ini membahas...